Selasa, 02 November 2010

Gunung Merapi DIY


Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Indonesia yang masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Ketinggian 2.968 m (9.737 kaki)
Lokasi Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta)
Koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT
Jenis stratovolcano
Letusan terakhir 2010

Sejarah geologis

Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.

Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.

SEJARAH JURU KUNCI GUNUNG MERAPI

Sejarah keberadaan juru kunci Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta tidak begitu jelas asal-usulnya, kapan mulai ada juru kunci tersebut Namun menurut Lucas Sasongko Triyoga, sejarahwan Universitas Gadjah Mada, terdapat dua versi yang beredar di kalangan abdi dalem Keraton Yogyakarta Hadi-ningkrat di bawah pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono I tentang keberadaan juru kunci Gunung Merapi, khususnya yang melaksanakan upacara Labuhan ke Merapi.

Gunung Merapi yang disebut-sebut paling aktif di dunia telah mengalami le-tusan-letusan kecil berulang kali. Terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letus-an-lctusan Merapi yangdampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930.

Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letus-annya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang, situ Borobudur tenggelam. Letusan pada November 1994 menyebabkan embus-an awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.

Catatan letusan terakhir gunung ini adalah padatahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.
Mbah Maridjan kini telah tiada. Keraton Yogyakarta pun berniat mencari pengganti kakek yang namanya sangat terkenal itu. Siapa penggantinya? Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku belum menunjuk siapapun. Namun pria yang kini menjadi Gubernur DIY itu.

Sultan menyatakan rasa duka citanya terhadap korban letusan Gunung Merapi. Menurutnya, bencana gunung meletus adalah peristiwa alam yang bisa diprediksi. "Asal warga manut sama ahlinya (pemerintah-£ed) maka tidak akan ada korban," katanya.

Mbah Maridjan memiliki nama Raden Ngabehi Surak-so Hargo (Penjaga Gunung) ditemukan tewas dalam posisi bersujud di rumahnya. Jenazahnya dikenali salah satunya dari baju batik dan kopiah yang dipakainya. Saat ini jenazah Mbah Maridjan masih berada di RS Dr Sardjito, Yogyakarta. Hasil tes DNA jenazah dikirim ke Jakarta.

Masyarakat mengenal sosok Mbah Maridjan sebagai juru kunci atau kuhcen Gunung Merapi. .Namun Sri
Sultan Hamengku Buwono X justru menyebut, pria yang ikut menjadi korban awan panas Merapi itu bukanlah juru kunci Gunung Merapi. "Mbah Maridjan bukan juru kunci Gunung Merapi, tapi juru kunci keraton untuk sebuah upacara di Gunung Merapi," kata Sultan usai menghadiri rapat koordinasi di posko utama Pakem, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).

"Ya sudah, Inna lillahi, mau gimana lagi?" katanya Sultan mengaku terakhir bertemu dengan Mbah Maridjan pada upacara Syawalan beberapa waktu lalu. Namun dirinya tidak meminta Mbah Maridjan turun seperti saat letusan 2006 silam. "Ya terakhir pada 2006 lalu, Sultan meminta Mbah Maridjan turun," katanya.

Sebagai juru kunci Ke-raton untuk upacara-upacara di Gunung Merapi. Dulu, Mbah Maridjan selalu melapor kepada Sultan Hamengkubuwono IX setiap kali ada sesuatu di Gunung Merapi. Tetapi sekarang ini ia tak pernah melapor lagi kepada Keraton Yogyakarta, meski ada ancaman meletusnya gunung teraktif di dunia itu.

Keberadaan juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo sempat menjadi tanda tanya saat meletus pada 26 Oktober 2010. Mbah Maridjan lahir pada 1927 di Desa Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman dan mempunyai beberapa anak. Yakni, Mbah Ajungan, Raden Ayu Surjuna, Raden Ayu Murjana, dan Raden Mas Kumambang. Menjadi juru kunci pada 1970 atas amanah Sultan HB IX. Setiap Gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando dari Mbah Maridjan untuk mengungsi.

KRONOLOGI MELETUSNYA GUNUNG MERAPI

Ada 4 seismograf untuk mengamati akvitas vulkanik Merapi, yang diletakkan di Klatakan/Babadan/Magelang (sisi barat); Pusunglondon/Selo/Boyolali (utara); Deles/Klaten (timur/tenggara); dan Plawangan/Turgo/Kaliurang (selatan).

*Menjelang Pukul 16.00 WIB*
Aktivitas vulkanik masih cenderung naik, pasca naiknya status menjadi “Awas” sejak sehari sebelumnya. Secara visual melalui kamera yang diletakkan di pos pengamatan lereng Merapi tidak bisa diamati langsung karena tertutup kabut tebal sejak beberapa jam sebelumnya (foto pojok kiri bawah). Bahkan pos-pos yang berada di lereng Merapi pun melaporkan bahwa mereka tidak bisa memantau secara visual. Komunikasi melalui jaringan radio HT.

*Pukul 16.00 – 17.00 WIB*
Ada peningkatan aktivitas cukup signifikan meliputi gempa vulkanik, multiphase (MP), guguran, dsb. Tapi masih dianggap belum ‘cukup’ berbahaya. Tak ada gambaran visual sama sekali. Semua hanya tergantung pada alat-alat. Sempat ada wawancara oleh sejumlah media nasional pada petugas terkait kemungkinan/skenario letusan yang akan terjadi.

*Pukul 17.00 – 17.30 WIB*
Terjadi lonjakan aktivitas vulkanik yang sangat tajam, terutama mulai pukul 17.02 WIB, yang ternyata adalah luncuran awan panas. Empat seismograf tadi semuanya mencatat amplitudo getaran yang sangat lebar (besar), bahkan jarumnya pun terlepas berulang kali. Petugas monitoring mulai sibuk dan panik luar biasa, apalagi karena besarnya amplitudo dan lamanya kejadian. Pos-pos pengamatan di lereng pun juga melaporkan demikian, hanya saja sama sekali tidak diketahui, apa itu awan panas / yg lain. Semua tertutup kabut tebal. Tak ada yang bisa menduga ada apa di balik kabut tebal itu.

*17.30 WIB – 18.30 WIB*
Kabut masih sangat tebal dan mulai gelap. Semakin sulit untuk mengetahui apa yang terjadi di Merapi. Empat seismograf masih saja mencatat getaran yang sangat besar (dan lagi-lagi beberapa kali jarumnya sampai lepas, dan gulungan2 kertasnya diganti cepat sekali – padahal normalnya 12 jam sekali). Petugas menyatakan ada 3 kali letusan & luncuran awan panas dan kemungkinan eksplosif menyebar ke segala arah. Petugas pusat memperintahkan pada semua petugas pos di lereng merapi untuk langsung meninggalkan pos, turun untuk evakuasi. Petugas juga menghubungi aparat-aparat di beberapa tempat, agar dilakukan evakuasi paksa untuk warga. Sirene di berbagai tempat dibunyikan. Jaringan radio HT mulai sangat crowded, begitu pula jaringan telepon di pos. Beberapa petugas terlihat sangat panik (menangis?), sembari terus berdoa dan bertakbir.

*Pukul 18.30 – 19.00 WIB*
Petugas pusat mengeluarkan pernyataan/informasi resmi pada media, tentang terjadinya letusan ini, serta fokus sekarang adalah pada proses evakuasi. Aktivitas vulkanik yang terdeteksi di seismograf mulai menurun, kecuali 1 seismograf di Plawangan/Turgo/Kalikuning. Petugas mengkhawatirkan daerah sekitar Kinahrejo (tempat mbah Maridjan), Kaliadem, dan sekitar lereng selatan Merapi.

*19.00 WIB – …
Petugas di pos-pos pengamatan lereng Merapi naik kembali ke pos mereka (tapi beberapa masih dilarang untuk kembali untuk beberapa saat). Hujan kerikil dan abu mulai dilaporkan oleh pos-pos pemantauan, terutama di daerah barat daya Merapi. Bau belerang juga bisa dicium dari sekitar lereng. Aktivitas Merapi dipantau dari seismograf, terus cenderung turun, bahkan stabil normal tenang, walau beberapa kali kadang terjadi guguran material. Secara visual Merapi masih tertutup kabut, sehingga tidak ada bisa yang bisa melihat ‘seberapa besar letusan, kemana arah awan panas, dsb’. Kondisi petugas mulai tenang, bahkan beberapa kali terlihat bercanda. Wartawan dan media masih terus standby di pusat pemantauan, dan beberapa menyusul naik ke Kaliurang.

*Aftermath*
Petugas BPPTK menyatakan Merapi sekarang ini sedang dalam kondisi tidur nyenyak setelah aktivitas tadi. Belum diketahui, apakah akan ada aktivitas vulkanik susulan lagi. Mereka sempat khawatir, jika yang terjadi tadi hanyalah/baru awal saja. Sebagaimana pola-pola erupsi Merapi yang sebelumnya, yang biasanya kecil dulu, lalu sedang, besar, berkurang, kembali ke normal lagi, dst. Titik api / aliran lahar juga belum bisa dikonfirmasi. Apa yang terjadi tadi lebih besar daripada yang terjadi tahun 2006.

Lokasi yang terkena letusan / awan panas petang tadi, kemungkinan besar daerah-daerah sekitar lereng Merapi, dalam radius 4-6 km, terutama lereng selatan.

Abu/debu vulkanik dilaporkan bahkan sampai Gombong – Kebumen. Evakuasi masih terus dilakukan.










Efek negatfnya pasti merugikan banyak orang, hilangnya harta benda, bahkan korban jiwa
Namun ada juga dampak positifnya, tanahnya menjadi gembur